http://poskotanews.com/cms/wp-content/uploads/2014/10/Meme-korupsi.jpg |
Pelanggaran sosial yang biasanya membelenggu para elit ini sudah menjadi adat istiadat yang sakral bagi negara ini, Indonesia. Penyelewengan kekuasaan sehingga melakukan korupsi membuat kita gigit jari dan panas hati terhadap mereka yang tak tahu diri. Entah dari mana budaya ini berasal. yang jelas, harus dicegah dan dikurangi dengan berbagai alasan sentimentil.
Kejahatan ini telah membawa Indonesia ke dalam peringkat 10 besar sebagai negara terkorup di dunia. Sungguh memalukan. Indonesia menyimpan begitu banyak kemunafikan tentang hal ini sehingga menutup diri kepada kebaikan. Kejahatan ini tentunya bisa menyerang dan diserang siapa saja. Tak peduli tinggi-rendahnya jabatan dan ekonomi seseorang.
Salah satu faktor yang bisa memicu korupsi adalah kekuasaan. Maksudnya, kekuasaan yang bermanifestasi kepada jabatan yang paling berpengaruh dan enggan untuk diketahui dan digugat. Jabatan yang bisa mengatur apapun dan menjadi leader. Dari sinilah hal itu bermula. Kepandaian seseorang dalam mencari keuntungan mulai dilakukan secara rahasia yang tentunya merupakan delik. Mencuri dana tanpa merasa bersalah.
Keserakahan adalah makanan utama bagi para koruptor. Ketidakpuasan terhdap materi dengan meninggalkan sifat bersyukur inilah yang membuat mereka selalu melihat jenjang derajat yang lebih atas dan mapan darinya. Mata hati yang kurang terang sehingga lama kelamaan menjadikannya gelap, menghitamkan pikiran dan pandangan terhadap sesuatu yang benar. Lalu menjadi sebuah pembenaran dari konsep keserakahan pribadinya. Pembenaran yang ilegal, mencerminkan semakin kuatnya keserakahan sehingga berujung pada korupsi.
Tahukan dia itu salah ? Tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Berkeliaran di sana-sini merasa tak bersalah dengan memanfaatkan anggapan baik orang lain terhadapnya. Seenaknya mengenyangkan perut sendiri maupun orang yang dikehendakinya, dengan harta dan makanan yang berpotensi menjadi jeruji besi yang dikawal polisi. Selama tidak ketahuan, selama itu pula dia melakukannya dengan senang hati walaupun rasa takut menghantui.
Jika kekangan telah dirasa, koruptor mulai mengalihkan pandangannya. Berusaha melaksanakan teknik melarikan diri. Aroma para aparat yang mengintai, membuatnya semakin gelisah hati dan pikiran. Keringat yang mengucur karena berusaha kabur sekaligus tidak jujur. Ibarat nasi sudah menjadi lontong, meminta tolong namun sudah tak dipercaya karena berbohong.
Kerja sama segenap elemen masyarakat dengan pengaruh regulasi yang menakutkan tanpa ampun, membuat mereka tak akan coba-coba korupsi. Keberanian dalam mengungkapkan kejahatan harus didasari dengan iman dan bukti yang kuat. Kesadaran harus ditanamkan tentang arti pencurian dan konsekuensinya. Berdasi anmun berisi dengan hal-hal keji yang membuat orang lain risih. Kesadaran pribadi tiu perlu, namun kalau sudah begini, pihak yang berwenang harus menang dalam menegakkan tiang pencegah korupsi yang semakin berwenang. Korupsi takkan pernah mati bila kita tak bermuhasabah diri.
Rantauprapat, 8 Januari 2015
Penulis :
Baslan Syahputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar