Ini adalah sebuah
kisah nyata semoga bisa
menjadi inspiratif dan pembelajaran bagi kita semua ..
TUJUH tahun sudah saya merantau dari sebuah desa kecil di
Sumatera ke Jakarta. Tujuannya hanya satu, mencoba peruntungan. Siapa tahu,
Jakarta yang sering hanya saya dengar di televisi bisa merubah garis hidup
saya.
Salah satu andalan yang hanya bisa saya
lakukan di Kota paling besar di Negeri ini adalah berjualan kecil-kecilan. Ya,
saya memutuskan berjualan makanan Nasi Padang, khas kampung saya. Saya menetapkan tinggal di Jakarta Timur, dengan menyewa sebuah tempat
kecil. Ahamdulillah, meski kecil, warung saya tidak sepi.
Setidaknya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Merantau dari desa ke Jakarta
tujuannya adalah mengais rizki. Tentu, agar irit, semua saya lakukan sendiri.
Mulai belanja, masak dan menunggu warung.
Suatu hari, di sebelah warung yang saya tempati ada musibah. Seorang bapak, meninggal dunia dengan meninggalkan anaknya masih kecil enam orang dan seorang istri. Saya memperhatikan kehidupannya pasca kematian suaminya benar-benar memprihatinkan. Entah, apa yang menggerakkan hati saya, kala itu saya ingin membantu. Namun karena kondisi saya yang terbatas, yang memungkinkan saya adalah memberi makan mereka secara gratis. Itupun sekali dalam seminggu.
Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, itu saja
yang saya kerjakan tanpa tahu makna dari itu. Boro-boro hadits Nabi tentang
anak yatim, sholat saja masih bolong-bolong. Maklum, ketika datang dari desa,
saya tak begitu mengenal makna hidup.
Tidak terasa,
anak-anak yatim yang saya santuni ternyata terus berkembang. Dari enam orang
jadi sembilan. Dan dari sembilan orang, kini telah mencapai 150 orang.
Subhanallah. Kalau bukan Allah Subhanahu Wata’ala, tidak mungkin bisa
menggerakkan anak-anak yatim datang ke warung saya. Setiap hari Jumat, mereka datang ke warung untuk makan bersama dan
pulangnya saya beri amplop sekedarnya.
Sering juga
banyak pertanyaan dari banyak orang, apakah dengan mengundang mereka makan,
tidak menjadikan warung saya rugi? Entahlah, tapi faktanya justru
terbalik. Semenjak kedatangan mereka ke warung saya, rezeki yang datang
menghampiri saya tidak pernah ada habisnya.
Betapa tidak, dahulu saya hanya menyewa warung kecil, kini tanah dan bangunan itu sudah saya beli. Tidak itu saja, saya bisa membeli rumah di Jakarta, menambah beberapa warung Padang lagi untuk memperlebar usaha, bahkan ditambah dengan memiliki karyawan yang semakin banyak. Istri, anak dan keluarga bahkan semuanya bisa ikut hijrah ke Jakarta.
Subhanallah. Sungguh Maha Suci Engkau Ya Allah!
Berkah Ramadhan
Satu lagi yang
sunguh menambah keyakinan saya bahwa Allah telah memberi berkah melalui
anak yatim ini adalah, saya sekeluarga bersama para karyawan bisa tidur nyenyak
selama bulan Ramadhan tiba. Bayangkan saja, umumnya pengusaha
makanan, akan goncang jika bulan Ramadhan telah datang. Maklum, selama seharian
penuh dipastikan akan libur total. Tentu bisa dimaklumi, karena dipastikan
sejak Subuh hingga Ashar, tidak ada pemasukan. Masalahnya, jika semua kalkulasi-kalkulasi itu menggunakan akal dan logika
manusia, maka Allah juga akan menggunakan kalkulasi dan logika manusia. Bukankah
ada sebuah hadits mengatakan, sesungguhnya prasangka Allah sesuai dengan
prasangka hambanya (manusia).
Jika kehadiran Ramadhan itu dengan kita yakini akan membuat usaha kita rugi dan bangkrut, boleh jadi Allah juga akan memberi kebangkrutan pada kita. Sebaliknya jika kita ber-khusnudzon (berbaik sangka) pada Allah, bahwa hadirnya Ramadhan tak akan pernah membangkrutkan atau merugikan usaha kita, boleh jadi pula Allah akan memberi kita rizki dari pintu lainnya.
Dan itulah kenyataannya. Selama Ramadhan, kami dan
seluruh karyawan justru libur penuh dan sibuk beribadah. Bagaimana dengan
karyawan, anak dan istri, bahkan uang untuk THR dan urusan mudik? Bisakah
tercukupi semuanya jika selama Ramadhan tidak buka warung? Justru sebaliknya. Allah telah melipatgandakan semua rizki saya dan
keluarga sebulan sebelum datangnya bulan mulia itu. Seperti bulan ini, sejak awal Juni hingga Juli ini saja, saya kuwalahan
menerima order. Kami semua bisa tidak tidur sampai subuh hanya mengurusi
order-order pesanan Nasi Padang ini. Dan biasanya, semua order mulai sepi
begitu memasuki bulan Ramadhan.
Nah, kala itu, kami biasanya tinggal menghitung uang
untuk bekal Idul Fitri. Entahlah, semua ini, boleh jadi karena
berkah dari anak-anak Yatim. Saat ini, saya hanya selalu mengucapkan rasa
syukur, karena Allah tidak pernah bosan-bosan menolong dan menambah
kebutuhan serta rizkiku.
Saya ingat sebuah surat dalam al-Quran yang mengatakan,
“مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً
فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia
akan memperoleh pahala yang banyak.” [QS. Al-Hadid: 11]
Jika pengalaman saya ini bisa diambil sebagai pelajaran,
saya hanya ingin mengatakan satu hal, jangan pernah “berhitung” dengan Allah
Subhanahu Wata’ala, karena toh, selama ini Allah tak pernah berhitung kepada
kita yang telah banyak diberi nikmat.
Akhir kata, tiada yang bisa saya katakana, kecuali
ucapan, “Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir”. (Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung).
“Ya Allah”, hanya dengan mengingat kalimat ini saya sering bersyukur dan hati ini senantiasa sejuk. Saya percaya, semua kesulitan, ketakutan, rizki dan apa yang ada di bumi se-isinya ini hanya milik Allah. Maka jangan pernah berpaling pada yang lain!.
Sumber : hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar