widgets

Senin, 22 Desember 2014

Jangan Ganggu Harimau Jinak



Aku yang dikerumuni oleh orang-orang kaya di sekitarku, sudah terbiasa dengan caci maki yang terlontar dari mulut mereka. Bahkan di kelas, mereka tak mau mengubah sifat mereka itu. Cacian itu sudah kuanggap sebagai sarapan pagi dan makan siang selama mereka mencaci aku bukan orangtuaku. Hanya bisa bersabar dan bersabar.

            “Dasar kamu jelek, anak kampung, anak miskin !” Mendengar itu, aku hanya terdiam dan tersenyum. Itu kulakukan karena aku tak mau memperbesar masalah di sekolah. Senyuman adalah jurus pamungkasku untuk menghalau cacian mereka agar tak masuk ke hati. “Sabar...sabar...” Aku mengelus dada.

            “Hei, kamu ! Kerjakan tugas sekolahku yang kemarin !” Dia menyuruhku.

            “Untuk apa pula kulakukan itu ?” Jawabku tegas.

            “Oh...aku mengerti. Kamu ingin ini kan ?” Dia mengeluarkan uang dua lembar sepuluh ribuan.
            “Hahaha...kamu mau menyogok aku ya ? Gak mempan. Seringkali kamu mengukur sesuatu dari materi. Kapan sih kamu sadar ?”

            Sok kamu ! Bilang aja kepengen uang ini kan ? Dasar munafik !” Aku hanya bisa tersenyum mendengar hal itu. Tak penting. Seperti kentut yang berlalu dan busuk baunya.

            “Kamu kan bisa kerjakan sendiri. Aku kan gak sepintar kamu ?” Aku pun merendah.
            “Banyak kali ocehanmu ! Dasar anak miskin ! Orangtuamu itu orangtua yang gak ada gunanya, tahu gak ? Lihat orantuamu itu, sudah bau tanah !”

            Aku tak mampu menahan emosinku. Aku paling tidak terima kalau orantuaku dicaci. Aku pun berdiri membalas tatapannya yang sombong itu.

            “Mau apa kau, anak miskin ?”

            “Kurang ajar kau !” Kutinju muka sombongnya itu. Satu kali, TKO. Dia terkapar dengan hidung berdarah. Anak orang kaya memang gak ada apa-apanya. Dasar mulut besar. Melihat aku yang emosi seperti itu, dia meminta maaf.

            “Maafkan aku, ya ? Aku sudah jahat samamu.” Dia menyesal. Emosiku pun perlahan reda.

            “Jangan kamu ulangi lagi ya ?”

            “Iya, maafkan aku.” Ucapnya.  


#MenjagaApi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar