Mataku terkapar ke tengah pintu
dekat mimbar, sorot lampu
samping pilar dan aura yang tenang
di tengah terbaring jenazah
berpagar beranda bunga
dan panji-panji Mahajaya
Malam makin tenang saja
di benakku suara: hingar sekretariat negara
sejenak tenang, langkah riuh berderap
silang siur dengan kapal terbang
gardu dan pagar-pagar besi gempar sekali
Kemudian matakuhinggap ke jenazah
dekat kesamaran gerombol mahasiswa
terpacak bendera
di ujung bangku tegak pekur para mahasiswa
di lengannya pita hitam dan selampai
dari celah-celah mereka, kulirik kertas putih
tertulis nama: Arief Rahman Hakim
Malam tambah jauh dan makin tua
tiba-tiba di belakangku muncul mahasiswa
dengan ragu bertanya: Bapak Siapa ?
Wartawan atau alat negara ?
dengan sigap kujawab: "saya penyair
yang turut ambil bagian
dalam demonstrasi tadi pagi!"
Di jalan pulang ke Timur
desah gerimis mulai turun
aku tunduk melangkah dan melangkah
lama baru sadar kemeja telah basah
Kutatap belakang jauhan tampak gedung-gedung salemba
nun Aula Universitas Indonesia
tempat upacara duka
terbaring putra tanah air
menanti kupahat dalam puisi.
Mansur Samin
S.A.H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar