widgets

Rabu, 09 April 2014

Dua Malaikat Maut Menagih Janji



Hari itu suasana terasa lain dari biasanya. Waktu serasa lambat berjalan, angin berhembus seperti hampa tanpa belaian, dan terik matahari terasa redup walau tetap memancarkan terangnya. Namun tidak ada sedikit pun pikiran aneh yang terlintas di benak, dan keluarga saya pun tetap beraktivitas seperti hari-hari biasanya. Ah, mungkin ini hanya sekedar perasaan, pikir saya. Mungkin ini dikarenakan saya yang terlalu sensitif dalam memperhatikan keadaan sekitar. Namun memang ternyata apa yang saya rasakan memanglah sebuah pertanda, yang bahkan tak terpikirkan sedikitpun sebelumnya, hingga akhirnya mereka datang dan muncul dihadapan saya…
Saya tengah berdiri didepan pintu rumah sambil menoleh kedalam dan memperhatikan orangtua saya yang sedang duduk di sofa sambil bermain bersama kedua cucunya. Kemudian datang dua orang berbadan tinggi tegap dan berpenampilan menggunakan stelan Jas berwarna hitam. Mereka muncul dari gang disamping rumah, dan berdiri tepat beberapa langkah dari hadapan saya. Mereka berdua hanya berdiri dan menatap saya, tanpa ucapan ataupun gerakan untuk memberi isyarat. Anehnya, walaupun mereka tidak mengutarakan maksud kedatangannya, tapi saya sudah tahu persis tentang tujuan kedatangan mereka. Saya  seperti mendapat stimulus didalam pikiran saya untuk ikut bersama mereka. Saya tau persis bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjemput saya.  Saya kembali menatap keluarga saya yang berada didalam rumah, dan ekspresi wajah mereka telah berubah. Mereka menatap saya dengan hampa . Dan saya pun mengikuti mereka seolah saya memang harus pergi bersama mereka.
Saya berjalan beberapa langkah dibelakang mereka, mereka berjalan lurus tanpa menoleh sedikitpun kebelakang. Saya ingat betul jalan-jalan dan gang yang saya lewati, bahkan saya tahu persis kemana mereka akan membawa saya. Sepanjang perjalanan, saya memperhatikan pejalan kaki lainnya yang saling berpapasan. Keadaan seperti normal dijalan itu, orang beraktivitas dan berlalu-lalang seperti hari-hari biasanya, hingga akhirnya saya sampai ditempat yang dituju. Tempat yang lokasinya tak jauh dari rumah saya, sebuah lapangan kecil yg cukup tersembunyi karna tertutup oleh tembok-tembok rumah disekitarnya. Jantung saya mulai berdegup sangat kencang ketika tiba dilokasi itu. Karena ketika tiba disinilah saya baru menyadari untuk apa mereka membawa saya ke tempat ini..
Jantung berdegup lebih kencang ketika ternyata apa yang saya lihat disitu sama persis seperti apa yang ada dalam pikiran saya. Sebuah podium kecil yang tak terlalu tinggi dan berbahan kayu dengan tiang pancang yang terlihat kokoh di tengahnya. Di ujung tiang pancang itu tersemat sebuah tali simpul berbentuk lingkaran.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun..
Inilah waktunya, sudah tiba gilirannya untuk saya !
Saya tak bisa berbuat apa-apa lagi..
Ini memang sudah seharusnya, waktu saya telah habis…
Walau jantung berdegup kencang, saya tetap berjalan menaiki podium itu. Ketika saya meniti tangga podium itu, saya perhatikan sekitar, ternyata banyak orang disitu. Seluruh keluarga, sahabat, dan semua orang yang pernah saya jumpai, mereka berdiri disekitar podium dan menatap saya dengan tatapan kosong.
Tepat dibawah tiang pancang, saya kaitkan sendiri simpul tali itu dileher saya. Saya perhatikan dua orang berjas hitam itu  berdiri tepat didepan podium dan fokus memperhatikan saya. Saya ketatkan simpul di leher, dan menutup kedua mata, bismillah..
Keringat mulai mengalir, jantung terasa ingin pecah, ludah tertahan dikerongkongan, perasaan ini terasa begitu berat, seolah masih ada hal yang belum saya tuntaskan, seperti ada yang masih mengganjal. Saya tak mampu melalui ini,  saya belum siap!
Saya buka kembali mata saya dan mengajukan permohonan ke mereka, tanpa kata, tanpa isyarat, namun ternyata mereka mengerti dan member saya perpanjangan waktu, lalu mereka pun pergi begitu saja..
Rasa bahagia terasa memenuhi jiwa, saya seperti memperoleh kesempatan kedua. Tetapi saya  tahu persis kapan mereka akan kembali, saya hanya sekedar diberi beberapa waktu untuk menuntaskan urusan saya
Kesempatan yang luar biasa saya syukuri ini sedetikpun tak saya sia-siakan, saya ingin menuntaskan urusan saya. Saya kembali ke rumah, bersimpuh dihadapan orangtua saya dan memohon ampun atas semua sikap  saya yang pernah menyakiti dan mengecewakan mereka. Tanpa ego dan rasa malu, saya datangi semua kawan dan sahabat untuk meminta maaf dari mereka, saya tak ingin pergi dengan keadaan masih meninggalkan dosa…
Dan kesempatan waktu pun telah habis, kedua ‘malaikat pencabut nyawa’ itu kembali datang ke rumah untuk menjemput saya. Saya sadar bahwa kali ini takkan ada kesempatan lainnya, inilah waktu yang terakhir untuk  saya. Namun bahkan saat langkah pertama meninggalkan rumah, kaki ini terasa sangat . Hati ini  terasa sulit untuk mengucap perpisahan pada jalan-jalan yang saya tapaki, pada lingkungan yang saya tinggali, pada dunia yang saya hidupi..
Langit begitu biru dan cerah, namun tak ada angin sedikitpun yang berhembus selama perjalanan, tak satupun orang saya temui dijalan itu. Berat sekali kaki ini mengikuti dua malaikat itu yang berjalan beberapa langkah didepan saya. Sempat terlintas dalam benak, untuk membalikkan badan dan lari dari mereka,, saya tak ingin berpisah dengan semua ini, Tapi hal itu tak dapat saya lakukan!
Sesampainya kami di tempat tujuan, sudah banyak orang yang berdiri, keluarga , kawan dan semua orang yang saya kena telah hadir disitu. Namun kali ini saya melihat raut senyuman diwajah mereka…
Podium dan tiang pancang telah siap dihadapan saya. Dengan perasaan yang sangat berat saya melangkah menuju podium, bahkan saya sempat berhenti beberapa detik saat kaki ini menaiki tangga podium. Habis sudah ! inilah waktunya..
Dibawah tiang pancang kembali saya lilitkan simpul tali dileher, kasarnya tali begitu terasa dileher. Namun hati ini terasa tetap tenang, saya sudah menerima bahwa ini memang sudah waktunya.
Saya pejamkan mata,
Astaghfirullah.. Astaghfirullah..
Selamat tinggal Ayah, selamat tinggal Ibu…  Astaghfirullah..
Selamat tinggal Sahabat..
Selamat tinggal kehidupan…!
Air mata ini pun jatuh mengalir ,  berat sekali rasanya meningggalkan dunia ini. Saya buka  kembali mata saya dan meminta mereka untuk menutupi kepala saya dengan kain penutup, saya tak sanggup melihat diri saya digantung..!
Mereka pun menutup kepala saya dengan kain hitam, dan kembali melilitkan simpul tali dileher!
Gelaap…
Sangat gelap..
Namun hati ini telah tenang..
Kesempatan saya telah habis, dan ini lah waktunya untuk pulang ke sisi-Nya..
Astaghfirullah..
Astaghfirullah..
Astaghfi………..
Mata saya terbuka, tirai jendela kamar bergoyang tertiup angin, sayup-sayup terdengar  adzan subuh berkumandang, yaa Allah, ternyata hanya mimpi !, Namun ucapan istighfar terakhir itu masih sangat terasa dan bergetar dilidah, Astaghfirullah…
********
Mimpi yang saya alami itu terasa begitu yata, bahkan masih saya ingat hingga detai sampai saat ini. Mungkin Allah mengingatkan kita untuk selalu mengingatnya..!
Mungkin kita harus mulai menyadari bahwa waktu kita didunia ini sangatlah singkat, dan terlalu berharga untuk disia-siakan..
Maknailah hidup, gunakanlah untuk beribadah dijalanNya..
Jangan sampai kita menyesal ketika Izrail mendatangi kita..
Karna, jika maut telah datang menjemput, tak sedetikpun kita mampu untuk mengulurnya..!



catatanpudar.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar