1. Wahai pemuda, siapa diantara kalian yang telah
mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah (HR Bukhari) | begitu pesan Nabi
Muhammad SAW
2. Siapakah yang dianggap siap menikah? | adalah yang telah baligh, pahami Islam, dan dewasa, dia mampu selesaikan masalah, tanggung jawa
3. Nikah adalah ikatan agung nan suci | dari sanalah terbangun bahtera dakwah berpasangan, dan madrasah balatentara Allah selanjutnya
4. Karenanya, hal baik seperti nikah haruslah dimulai dengan yang baik | buruk awalnya biasanya buruk tengah dan akhirnya
5. Islam menolak maksiat dalam interaksi lelaki-wanita semacam tunangan dan pacaran | Nabi tak mengenalnya sama sekali, bahkan melarangnya
6. Namun Islam tukarkan metode maksiat dengan metode taat sebelum menikah |khitbah lalu #ta’aruf yang halal agar nikah menjadi baik
7. Pada asasnya, khitbah-#ta’aruf adalah proses yang dijalani oleh orang yang telah mantap hati dan siap nikah | untuk pastikan diri dan calonnya
8. Jadi khitbah-#ta’aruf bukanlah produk subtitusi pacaran, bukanlah pembungkus maksiat pacaran atasnama yang lebih islami
9. Jadi sebelum melakukan proses khitbah-ta’aruf, pastikan semua urusan telah diselesaikan, orangtua pahami niat dan restui niat itu
10. Sebelum melakukan proses khitbah-ta’aruf, rencana juga sudah dibuat, kapan ajuan waktu prosesi nikah, dan segala kaitannya
11. Nah, bila semua sudah usai dipastikan, maka saatnya memilih pasangan, memilahnya dari ribuan untuk satu kebahagiaan |ridha Allah
12. “wanita dinikahi Karena 4, harta, keturunan, kecantikan, dan agama, pilihlah yang beragama maka engkau bahagia” (HR Bukhari-Muslim)
13. Jelaslah usul Nabi, bagi yang tujuan pernikahannya adalah Ridha Allah dan membangun keluarga sakinah | pilihan utama pada agamanya
14. Tak habis pikir, Muslim yang ada niatan menyunting istri dari non-Muslim, apa tujuannya? Dakwah belum tentu sampai, mafsadat sudah jelas
15. Lebih tak habis pikir, wanita Muslim yang kagum atau melihat lelaki non-Muslim menarik? Jelas yang jadi standarnya bukan Ridha Allah
16. Maka dari persiapan pribadi jelas | pilahlah clon yang memenuhi stndar agama kita, bila cantik, kaya dan bangsawan, itu bonus
17. Paling mudah jadi aktivis dakwah :D, akhlak-pikir calon terikat syariat, “sudah dibina tinggal dibini”, tak perlu “dibini lalu dibina”
18. Bagi yang belum jadi aktivis dakwah, carilah pasangan yang “mau dibina”, yang may tunduk pada ayat Allah dan lisan Nabi, itu baik sekali
19. Perlu pula saya sampaikan, bila karena fisik wanita dipilih bersiaplah menyesal setelah menikah | sekali lagi, pilih agamanya
20. Saat pilihan sudah tetap, maka khitbah dilaksanakan | ia adalah pinta persetujuan kepada calon yang diinginkan, untuk menjadi pasangan hidupnya
21. Bila izin sang wanita telah terucap, khitbah belum selesai | ada ridha walinya yang tetap menjadi syarat bagi yang melamar wanita
22. Disini perlu interaksi pria untuk datangi wali perempuan, sampaikan maksud dan niatan | sampaikan perencanaan yang telah disiapkan
23. Tentu, perlu pula bagi wanita untuk yakinkan kedua orang tuanya sebelumnya, pastikan tidak ada masalah setelah ada pelamar bertamu
24. Bila niatan tak disambut walinya, berlega dirilah tak perlu datangi dukun atau melamun | naik pohon kelapa, liat, akhwat tak Cuma satu
25. Segera tarik diri dan selesaikan urusan dengan akhwat yang tak disetujui walinya, bawa proposal pada akhwat yang siap, insyaAllah banyak
26. Maka perlu kiranya, sejak awal saat akhwat te;lah merasa siap nikah, orangtua dikondisikan, agar tak menyulitkan pelamar kelak
27. Bila niatan disambut baik wali akhwat, Alhamdulillah, khitbah telah terlaksana, akad nikah terbuka depan mata, lanjutka ke ta’aruf
28. Beda ta’aruh dengan pacaran adalah, bahwa ta’aruf memiliki batas waktu yang jelas dan tetap yaitu akad nikah dan interaksi non-khalwat
29. Mengenai batas waktu ta’aruf, tidak ada ketentuan, bisa esok hari atau tahun depan | lebih cepat lebih baik, serius itu cepat
30. Perlu ditambahkan bagi ikhwan-akhwat | semakin panjang waktu ta’aruf, semakin besar potensi maksiat, selubungi pacaran atas nama ta’aruf
31. Interaksi saat ta’aruf juga harus ditemani mahram, lelaki boleh menanyakan perkara yang menguatkannya untuk menikah, apapun itu
32. Perkara yang sensitif bisa diketahui dari orangtua, sahabatnya, saudaranya, atau musyrifahnya (ustadzahnya)
33. Rasul juga memperbolehkan melihat wanita hingga memiliki kecenderungan padanya, melihat disini terbatas memandang fisik darinya, tidak lebih
34. Memandang akhwat yang akan dinikahi jug atak perlu buka jilbab dan kerudung, perkara semisal itu bisa ditanyakan pada mahramnya
35. Bagaimana interaksi via phone dan sms? | boleh selama ada keperluan | “sudah makan belum” “sudah tahajud belum” bukan masuk keperluan
36. Hati-hati mengotori proses ta’aruf, karena khalwat bisa terjadi di telp atau sms, interaksi yang membuai dan sebagainya
37. Jadi interaksi via telp dan sms, dilakukan dalam rangka siapkan pernikahan, bukan mengumbar rasa yang seharusnya setelah nikah
38. Ingat, ta’aruf itu tak hanya pada wanitanya, tapi juga keluarganya | boleh juga libatkan 2 keluarga silaukhuwah untuk rencana nikah
39. Selama ta’aruf pikirkan selalu, “apakah dia cocok menjadi ibu dari anak-anak kelak?” |”apakah ia bisa mengimani dan melindungi?”
40. Bagaimana setelah ta’aruf lantas tidak merasa ada kecocokan? | sampaikan saja, dan segerakan untuk selesaikan urusan, itu lumrah
41. Lelaki berhak memilih wanita, dan wanita berhak untuk menolak | jangan rasa segan, karena tak ada korban dalam urusan ini
42. Lalu bila telah pas dihati, lanjutkan ke jenjang pernikahan, setelah akad terucap | apapun halal bagimu dan baginya, segala urusan :D
43. Perlu saya ingatkan sekali lagi, bagi lelaki | lakukan khitbah-nikah saat sudah siap, bukan menyiapkan diri setelah khitbah-ta’aruf
44. Bagi wanita, silahkan pantau yang melamar anda | bila kesiapan belum ada, lebih baik diminta bersiap daripada masalah penuh dibelakang
45. Apakah kesiapan berarti miliki kerja? | “nafkah bukan syarat nikah, tapi kewajiban setelah nikah” | namun, bagi calon mertua itu penting
46. Apakah wanita boleh inisiatif mulai proses khitbah-ta’aruf? | “boleh, laksana Khadijah binti Khuwailid kepada Muhammah bin Abdullah”
47. Apakah khitbah perlu perantara ustadz/ustadzah? | “tak harus, boleh sendiri bila mampu dan mau”
48. Apakah khitbah boleh lewat sms atau media lain? | “boleh, selama yang dikhitbah bisa dipastikan bahwa itu real, merpati pos pun jadi”
49. Akhir kalam, khitbah-ta’aruf-nikah bukan coba-coba, bukan pula permainan, niatan hanya Allah yang tahu | semoga dimudahkan menikah J
*sebenarnya saya masih SMA, tapi melihat banyak yang
pacaran, saya share saja cara islami yang mau menikah.. maaf bila ada yang
tersinngung, disini kami bisa sama-sama belajar*
Sultan Al-Hafidz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar