widgets

Minggu, 23 Februari 2014

Cerpen : Selamat Tinggal Rara

 
                      Rara, itu lah namaku. Nama yang merupakan pemberian terakhir dari ibuku. Ya aku adalah seorang anak yang sudah tak lagi memiliki sosok seorang ibu, ibuku meninggal dunia setelah beberapa saat melahirkanku ke dunia ini.

                    Hari ini tanggal 2 juli, yang merupakan hari ulang tahunku yang ke 17 tahun tetapi apalah arti sebuah umur tanpa kehadiran sosok wanita yang telah melahirkan kita kedunia ini. Menurut ayahku, ibu adalah seorang wanita yang memiliki hati yang terbuat dari cahaya, tatapan nya sungguh mempesona, senyumannya begitu manis dan wajahnya yang tertutup kerudung sungguh anggun mempesona. Tetapi tiap kali aku mengingat kata-kata tersebut air mataku langsung membasahi pipiku. Aku masih ingin merasakan kasih sayang seorang ibu yang tak pernah ku rasakan sebelumnya.

                    Hari ini teman-temanku memberiku kejutan, aku sangat senang sekali, tak terasa aku begitu cepat melupakan kesedihanku.
Tetapi ditengah acara ulang tahunku itu, kepalaku mendadak sakit sekali dan dari hidungku mengeluarkan darah, walaupun begitu aku anggap itu bukan suatu masalah, aku tak ingin membuat teman-temanku serta ayahku menjadi khawatir kepadaku dan aku tak mau mengecewakan mereka.

                    Hari-haripun kulalui seperti biasa. Tetapi kini aku merasa aku sangat aneh, kepalaku benar-benar sakit dan tiap kali aku merasakannya aku langsung tak sadarkan diri. Waktu itu sedang dilaksanakan lomba pidato bahasa inggris, aku pun ditunjuk untuk mengikutinya. Tetapi ketika aku sedang berpidato, tiba-tiba aku jatuh pingsan, degan sigapnya guru-guruku yang berada disekitar panggung pun segera membawaku ke rumah sakit.

                     Setelah beberapa saat dirawat dirumah sakit, akupun segera tersadar dan kulihat disampingku hanya ada guruku. Lalu aku segera bertanya kepada guruku itu ”bu, mengapa aku bisa berada di rumah sakit ini ?” tanyaku sambil berusaha duduk. Tetapi bu Gitta hanya tersenyum dan berkata ”sayang, tadi kamu pingsan waktu sedang berpidato disekolah, jadi ibu membawamu kesini”. jawab bu Gitta yang merupakan guru bahasa inggrisku disekolah.
Sejak saat itu aku merasa diriku ini benar-benar tak berdaya dan kini aku tak dapat bermain seperti teman-temanku yang lainnya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk memperiksakan diriku ke dokter, dengan ditemani sahabatku.

                   Setibanya di ruang dokter, dokter pun segera bertanya kepadaku ”kenapa dik, orang tua kamu dimana, kok hanya ditemani sama temanmu ?” tanya dokter itu yang kemudian langsung mengajakku ke ruang periksanya. Aku pun hanya tersenyum dan menjawab ”saya adalah anak yatim piatu dok, jadi saya hanya di temani oleh sahabat saya dok”. Jawabku sambil berbohong.

                  Setelah dokter memeriksa diriku, ia lalu berbicara kepadaku dan menyuruh sahabatku untuk keluar sebentar. Aku yang binggung pun langsung mendapat jawaban dari dokter yang berkata ”kamu sering merasa pusing dan sering mimisan ya dik ?”
”ia dok, tiap kali aku merasakan hal tersebut aku langsung tak sadarkan diri, memangnya aku sakit apa dok ?” jawabku dengan penasaran. ”kamu mengidap leo kimia stadium 3, dan itu sangat berbahaya sekali” jawab dokter kepadaku sambil menenangkan diriku yang langsung meneteskan air mata.

                Setibanya diluar sahabatku Luna, langsung bertanya kepadaku ”gimana hasilnya, kamu sakit apa ? mengapa kamu menangis?” tanya Luna kepadaku. Aku langsung bercerita kepada Luna ”kata dokter, aku mengidap penyakit leo kimia yang sudah stadium 3, berarti umurku sudah tak lama lagi, tetapi Luna, aku mohon tolong jangan bilang ke ayahku dan yang lainnya ya, cukup hanya kamu yang mengetahuinya, aku percaya kepada kamu Luna sahabatku.

                  Kini, pandangan mataku sudah mulai terganggu, rambut ku yang dulunya tebal kini tinggal kenangan, wajahku yang pucat pasi berusaha ku samarkan dari pandangan ayahku yang mulai curiga denganku. Tetapi aku benar-benar tak mau kalau ayahku mengetahui aku sedang berusaha melawan penyakit yang terus menerus menggerogoti tubuhku ini. Aku ingin menjadi seorang wanita yang dapat kuat menjalani cobaan yang sangat berat ini. Aku ingin membahagiakan ayahku dan aku tak ingin membuatnya khawatir kepadaku, itulah sebab aku tak mau berterus terang mengenai penyakit ku ini.

                 Tak terasa kini tubuhku semakin kurus, wajahku benar-benar pucat, dan kini aku sudah tak kuat lagi menjalani aktifitas-aktifitas ku yang biasa ku lakukan. Karena curiga dengan keadaanku yang sering dibawa ke UKS oleh teman-temanku, bu Gitta bertanya kepadaku ”Rara, kamu kenapa sayang, sudah lama ibu tak melihatmu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah. Kenapa nak ? kamu sakit ?” tanya bu Gitta dengan penasaran.
”aku tidak sakit bu, hanya saja aku sedang malas mengikuti kegiatan seperti itu, aku sedang ingin mencari ketenangan bu, maafkan saya ya bu… ” jawabku kepada bu Gitta.
Aku akan selalu semangat menjalani hidup ini walaupun aku tahu umurku tak akan lama lagi, aku akan berterus terang kepada seluruh keluargaku tentang penyakit yang sedangku derita saat ini, walaupun ku tahu waktuku tak akan cukup untuk mengatakannya kepada mereka. tetapi aku masih belum siap untuk mengatakan kepada mereka karena aku benar-benar menyayangi mereka dan aku tak mau membuat mereka menjadi sedih karena terlalu mengkhawatirkan aku..

                Andaikan mereka tahu sesungguhnya aku tak ingin mereka mencemaskan diriku dan aku akan selau tersenyum kepada mereka untuk menutupi penderitaan yang membuatku tersiksa. Aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk mereka. Apapun yang terjadi kepadaku aku akan berusaha tegar dalam melewatinya, demi ayahku tercinta. Sahabatku, Luna selalu memberikan semangat hidup kepadaku, karena ia yakin kalau aku pasti dapat melawan penyakit yang terus-menerus menggerogoti tubuhku ini.

               Ingin rasanya aku memeluknya dan mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. Tetapi kini, aku hanya terbaring di tempat tidur, aku sudah tak dapat menggerakkan anggota tubuhku lagi, rasanya bibir ini sudah tak dapat mengucapkan sebuah kata-kata lagi.
Kini, hidupku sudah bergantung pada alat-alat medis kedokteran, tanpa bantuan dari alat-alat tersebut, aku sungguh tak berdaya sedikitpun. Luna, selalu berdoa disampingku, ia selalu berada disampingku, menurutku ia adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki, setidaknya sampai akhirnya aku menutup mata.

                 Itulah cerita tentang sahabat ku yang bernama Rara Nesya, sahabat ku yang telah dulu pergi meninggal kan aku :( semoga kamu tenang disana sahabat ku Rara Nesya


                                                            Luna Arra Bella Yassmine
S.A.H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar